Menulis adalah Latihan Tanpa Henti

Mari kita belajar kepada seorang penulis bernama Dan Millman yang mengatakan perlunya seorang penulis untuk menulis terus menerus tanpa henti.

Francis Bacon menulis, “Kita mendaki tinggi sekali dengan sebuah tangga melingkar.” Sementara itu, Issac Bashevis menulis, “Hidup adalah novel Tuhan, biarkanlah Tuhan yang menulisnya.” Memang, siapa yang bisa menebak liku-liku jalan yang mungkin ditempuh hidup kita? Yang bisa kita lakukan sebagai penulis adalah mencoba, mengerahkan usaha, menabur benih, dan menuai panen apa pun yang diberikan dengan penuh suka cita dan syukur.

Di SMA dan perguruan tinggi, Dan Millman lebih dikenal sebagai seorang atlet daripada seorang penulis. Bakatnya terpendam, sampai kemudian ia menyadari, bahwa ia menyukai menulis. Baginya, ada sesuatu yang menarik saat ia memahat kata-kata—menambang permata dari alam bawah sadar yang kreatif—yang membuat waktu seakan terbang.

Latihan Tanpa Henti

Baca juga: Cara Mencapai Keajaiban Menulis

Senjata Dan adalah keyakinan bahwa ia mempunyai sesuatu yang layak dikatakan, dan harapan, bahwa ia bisa mengatakannya dengan baik. Ia berangkat, berbekal lebih banyak cinta daripada bakat, menempuh perjalanan menuju keberhasilan sastra.

Dan harus menjalani tahun-tahun yang sulit karena ia tak tahu banyak bagaimana cara menulis sebuah cerita. Ia pun kemudian mengikuti pelajaran korespondensi, di mana ia mulai belajar bagaimana menulis sebuah cerita.

Dari latihan senam ia tahu, bahwa noda bekas luka di siku lebih penting daripada bakat turunan, bahwa bakat harus dilatih, bukan hanya dilahirkan.

Lima Aturan Menulis

Saat menjalani masa sulit tersebut, dia berpegang pada lima aturan menulis dalam hidup: muncul; perhatikan; katakan kebenaranmu; lakukan yang terbaik; jangan melekat pada hasil.

  1. Muncul berarti duduk di kursi di hadapan komputermu atau di depan notesmu.
  2. Perhatikan berarti melihat, mendengarkan, menyentuh, membaui, merasakan kehidupan dan menulis untuk kelima indera, lalu baca tulisanmu, perhatikan kelemahannya dan perbaiki pekerjaanmu.
  3. Katakan kebenaranmu berarti menulis dengan caramu sendiri, karena tak ada orang lain yang menulis persis sepertimu.
  4. Lakukan yang terbaik berarti terus-menerus menulis ulang sampai kau yakin tidak bisa memperbaiki satu kalimat lagi atau satu kata lagi. Kemudian, singkirkan tulisan itu sebentar sebelum kau membuat konsep yang lebih baik lagi.
  5. Jangan melekat pada hasil berarti kau tidak bisa mengendalikan hasilnya, hanya usahamu yang bisa kau kendalikan—bahwa usaha itu sendiri merupakan keberhasilan. Bahkan, Michael Jordan pun tidak bisa mengendalikan apakah lemparannya masuk ke dalam keranjang atau tidak. Ia hanya bisa mengendalikan apakah ia melempar bolanya atau tidak.

Menjual Buku

Selanjutnya mengenai keberhasilan penjualan bukunya ia bercerita, bahwa sebuah buku yang sukses harus dijual, bukan hanya satu kali, tetapi delapan kali:

  1. pertama, kau harus menjual buku itu pada dirimu sendiri (jika bukan kau, siapa yang akan bergairah membaca bukumu?).
  2. Lalu kau menjualnya kepada agen,
  3. Agen itu kemudian harus menjualnya kepada seorang penerbit,
  4. Penerbit tersebut kemudian harus menjualnya kepada dewan editor,
  5. Kemudian dari dewan editor menyetujui dan menjual kembali pada penerbit,
  6. Dari penerbit yang menjualnya kepada tim penjualan supaya mereka dengan penuh semangat menjualnya kepada toko buku,
  7. Berikutnya, toko buku menjualnya kepada publik,
  8. Akhirnya, dan yang terpenting, pembaca menjualnya ke pembaca lain melalui mulut ke mulut.

Dirangkum dari, Chicken Soup for the Writer’s Soul, Halaman 70-75.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menulis untuk Memancarkan Pesan

Menulis Menyampaikan Suara Sang Penyair